Minggu, 16 Oktober 2011


I. PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
                                    Ikan nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas air tawar yang memeperoleh perhatian cukup besar dari pemerintah dan pemerhati masalah perikanan dunia, terutama berkaitan dengan usaha peningkatan gizi masyarakat di negara – negara yang sedang berkembang (Khairuman dan Amri, 2008). Rukmana (1997), menambahkan bahwa ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar potensial untuk sumber protein hewani yang dapat dijangkau berbagai lapisan masyarakat.
            Ikan nila dikenal dengan TILAPIA yang merupakan ikan bukan asli perairan Indonesia tetapi jenis ikan pendatang yang diintroduksikan ke Indonesia dalam beberapa tahap. Meskipun demikian, ikan ini ternyata dengan cepat berhasil dengan cepat menyebar keseluruh pelosok Tanah Air dan menjadi ikan konsumsi yang cukup popular. Begitu populernya ikan nila sehingga saat ini dapat dengan mudah ditemukan. Secara resmi ikan nila (Oreochromis sp.) didatangkan oleh Balai Penelitian Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani Indonesia (Suyanto,2003).
                                    Prospek pengembangan budidaya ikan nila juga diperkirakan memiliki peluang yang memberi andil cepatnya perkembangan usaha budidaya ikan nila adalah rendahnya biaya produksi, sehingga tidak mengherankan jika keuntungan yang diperoleh juga cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif (Rizal, 2009)
                                    Khairuman dan Amri (2008), menambahkan faktor lain yang menyebabkan ikan nila berkembang sangat pesat adalah adalah cita rasa dagingnya yang khas dan harga jualnya terjangkau masyarakat. Warna daging ikan nila putih dan tidak banyak durinya sehingga sering dijadikan sumber protein yang murah dan mudah didapat. Hal ini bisa dimengerti karena kandungan gizi ikan nila cukup tinggi, yakni sekitar, 17,5 %, sehingga membuka peluang pasar lebih luas. Kebutuhan pasar terhadap ikan nila tidak hanya terbuka untuk ikan nila  berukuran konsumsi, tetapi juga merambah ke ikan nila stadium benih. Sehingga dengan sendirinya perkembangan yang pesat tersebut mendatangkan peluang baru bagi pembenihan dan pemasaran benih ikan nila.

1.2.        Tujuan
                                    Tujuan dari pelakasanaan praktek pembesaran ikan nila ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam usaha budidaya ikan nila.


III. TINJAUAN PUSTAKA


 
II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1.  Biologi Ikan Nila           
2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila
                        Klasifikasi ikan nila dalam Suyanto (2003) sebagai berikut :
Filum                        : Chordata
Sub-filum                  : Vertebrata
 Kelas                       : Osteichthyes
Sub-kelas                 : Acanthoptherigii
Ordo                         : Percomorphi
Sub-ordo                  : Percoidea
Family                      : Cichlidae
Genus                       : Oreochromis
Spesies                     : Oreochromis niloticus.
                        Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada awalnya dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica  atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telurnya dan larva di dalam mulutnya. Dalam perkembangannya menurut klasifikasi yang baru (1982) nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh ilmuan meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia niloticus (Amri dan Khairuman, 2008)
           


2.1.2. Morfologi Ikan Nila
                        Ikan nila mempunyai bentuk badan pipih kesamping memanjang, makin ke perut makin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6-12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan., sedangkan punggungnya terdapat garis-garis miring. Mata ikan tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut ikan nila terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada thorochis, garis susuk (Linea lateralis) terputus menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik stenoid (Ctenoid). Bentuk sirip ekor berpinggiran tegak. Rumus jari-jari sirip sebagai berikut : D.XVII 13; V.1.5.; P.15; A.III. 10 dan C.18 (Kordi, 1997). Morfologi ikan dapat dilihat Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Ikan Nila


            Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas apakah jantan atau betina. Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50 gram. Ikan nila yang berumur 4 - 5 bulan yang beratnya 100-150 gr sudah mulai kawin dan bertelur (Suyanto, 2003).

2.1.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila
                        Ikan nila mempunyai habitat diperairan tawar, seperti sunga, danau, waduk dan rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas, sehingga ikan dapat pula hidup dan berkembang biak di perairan payau dan laut. Salinitas yang disukai antara 0-35 promil. Ikan nila air tawar dapat dipindakan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap.  Kadar garam air dinaikan sedikit demi sedikit. Berkaitan dengan habitatnya, ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding dengan ikan yang sudah besar (Suyanto,2003).
Panggabean (2009), menambahkan kualitas air yang sesuai dengan habitat ikan nila sebagai berikut :
- Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan nila berkisar antara 6- 8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah antara 7-8.
-  Suhu air yang optimal berkisar antara 25-30 derajat C.
-  Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.

2.1.4  Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila
                        Secara alami makanan ikan nila berupa plankton, perifiton dan tumbu-tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh karena itu ikan nila digolongkan kedalam omnivora (pemakan segala). Untuk budidaya, ikan nila tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang mengandung protein sebanyak 20-25%. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila ini kebiasaan makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila ternyata lebih suka mengkomsumsi zoplankton, seperi rototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila ternyata tidak hanya mengkomsumsi jenis makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis – jenis makanan tambahan yang biasa diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan sebagainya. Kebiasaan lain ikan nila dewasa memiliki kemampuan mengumpulkan makanan diperairan dengan bantuan mucus (lendir) dalam mulut, makanan tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak muda keluar (Kordi , 1997).
Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan bahwa ikan nila juga memakan hancuran sampah di dalam air (detrivor) yang berupa sampah lunak atau lembek. Namun pada proses pembudidayaannya tidak jarang jika nila juga memakan makanan baik nabati maupun hewani, sehingga ikan nila disebut juga ikan pemakan segala (omnivora). Berbeda dengan ikan lele yang aktif mencari makan pada malam hari, ikan nila aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai oleh ikan nila adalah pakan ikan yang banyak mengandung protein terutama dari pakan buatan yang berupa pellet.

2.2. Persyaratan Lokasi Pembesaran
Persyaratan lokasi pembesaran nila menurut Panggabean (2009), adalah sebagai berikut:
a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah  liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara      3-5%  untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c. Ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi  (500 m  dpl
d. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila harus bersih, tidak terlalu keruh  dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan ikan.
e. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang    dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air arus deras.

2.3. Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Nila
              yang digunakan untuk pemijahan adalah ukuran 400-600 m2, berupa kolam tanah atau kolam tembok dengan dasar tanah. Sebelum dioperasionalkan kolam pembenihan perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan kolam pembenihan meliputi pengeringan kolam, peerbaikan pematang, perbaikan kemalir, dan pemupukan (Khairuman dan Amri, 2008). Kordi (1997), menambahkan bahwa  pengapuran merupakan salah satu pengelolaan tanah dalam persiapan kolam pembenihan.

2.4. Konstruksi Kolam
            Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai out let.. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet). Saat pemanenan cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat, kematian larva dan induk pun relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800 m2. Konstruksi dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam, dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya adalah sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam (kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen (Sucipto, 2008).

2.5. Pengeringan Kolam
            Fungsi pengeringan kolam sesuai penjelasan Baso dan Kordi (2007), adalah untuk memperbaiki kondisi dasar kolam,  diantaranya
- Aerasi sedimen permukaan untuk mengoksidasi senyawa-senyawa tereduksi, seperti H2S, nitrit, ammonia, ion besi, methan, dan lain-lain yang toksik (beracun) terhadap biota budidaya
- Dekomposisi dan mineralisasi bahan organic oleh mikroorganisme tanah
- Reduksi BOD (biochemical oxygen demand)
- Disenfeksi dasar kolam dari mikroorganisme pathogen (jamur, bakteri, parasit dan virus) dengan penyinaran matahari secara langsung, serta membunuh telur, larva dan stadia dewasa predator.
- Penghilangan lapisan filamentous algae yang tidak diinginkan
             Menurut Panggabean (2009), menambahkan dua minggu sebelum dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul dan pintu air diperbaiki jangan sampai terjadi kebocoran. Saluran air diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas hamanya.
             Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan bahwa pengeringan hanya memerlukan waktu 3-5 hari dalam kondisi normal. Sehingga, sambil menunggu dasar kolam kering, perbaikan pematang yang longsor atau bekas sarang ular, belut dan sebagainya dapat dilakukan. Caranya menambal tanah pada bagian yang berlubang.  Kemalir (saluran tengah kolam) yang tidak teratur bentuknya dibuat rapi dan lurus, guna mempermudah penangkapan ikan dikemudian hari, pengeringan mutlak dilakukan karena berfungsi menghilangkan senyawa beracun serta membasmi hama dan bibit penyakit, lakukan perbaikan pintu pemasukan dan pengeluaran air jika ada yang tak beres, misalnya saringan yang rusak atau koyak segera di perbarui. Fungsi saringan amat penting, terutama untuk mencegah ikan–ikan liar masuk dalam kolam mengikuti arus air .

2.6.  Pengapuran Kolam
             Kordi, (1997) mengidenfikasikan bahwa kolam  baru atau lama yang kurang perawatan, pada umumnya Ph rendah antara 4,5 – 5, yang biasanya disebut tanah asam. Tanah asam tidak baik untuk pemerliharaan ikan nila yang hidup pada pH 6,5 – 8,5.
             Baso dan Kordi (2007),  menegaskan untuk memperbaiki pH tanah, maka pengapuran adalah bagian dari persiapan kolam. Ini disebabkan pengapuran berfungsi sebaga:
a)   Memperbaiki pH tanah
b)   Membakar jasad – jasad renik penyebab penyakit dan hewan liar
c)   Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
d)   Memperbaiki kualitas tanah
e)   Meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan plankton.
             Sebagaimana fungsi pengapuran pada kolam diatas, Amrullah (1997), dalam Baso dan Kordi (2007), menambahkan bahwa dengan efek panasnya kapur bisa berfungsi sebagai disenfektan yang bisa mematikan kuman serta menambah pH lumpur dasar sehingga tersedianya fosfor yang menumbuhkan plankton.

2.7. Pemupukan Kolam
             Pemupukan saat persiapan kolam diperlukan sebagai sumber nutrient untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pemupukan awal ditujukan untuk peningkatan produksi biota budidaya, tetapi biota sendiri tidak memanfaatkan pupuk secara langsung. Sedangkan pemupukan susulan ditujukan untuk mempertahankan kecerahan air dan memasok unsur hara yang sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Secara garis besar pupuk terbagi atas pupuk organic, seperti hijauan, pupuk kandang, dan sisa rumah tangga, dsn pupuk anorganik seperti Urea, TSP, KCl, dan NPK (Baso dan Kordi, 2007).         
            Sucipto (2008), menambahkan pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan makanan alami yang dibutukan benih maupun induk. di kemudian hari, sangat di anjurkan pupuk berupa kotoran ayam yang sudah menjadi tanah dengan takaran antara 300- 500 gr/m persegi, pupuk di sebar merata di dasar kolam.

2.8. Pengisian Air
          Setelah pengapuran dan pemupukan kolam dilakukan langkah terakhir persiapan kolam itu adalah pengairan air kedalam kolam.  Pengairan air ini setelah pengapuran dan pemupukan. Menurut Kordi (1997), pengairan dilakukan dalam beberapa tahap yakni  tahap pertama sedalam 5-10cm dan dibiarkan selama beberapa hari. Pengairan tahap selanjutnya ditambah menjadi 20 cm dan pada hari berikutnya dinaikan menjadi 50-60 cm. Panggaben (2009),  menambahkan dalam pengisian air sebaiknya dibiarkan 2-3 hari agar terjadi mineralisasi tanah dasar kolam. Lalu tambahkan air lagi sampai kedalaman 80- 100 cm.

2.9.  Pemberantasan Hama
             Sebagaimana pendapat  Khairuman dan Amri (2008), bahwa hama pada umumnya dikenal juga sebagai predator atau pemangsa, hama berupa hewan atau binatang, baik yang hidup didalam air maupun didarat, hama yang umum menyerang ikan nila antara lain biawak, ular, sero atau linsang, kodok, burung, kuntul dan bangau, ucrit. Hama biasanya di tanggulangi dengan tindakan mekanis yang membunuh langsung hama jika ditemukan berada di tempat pemeliharaan ikan, selain itu, juga bisa memasang perangkap atau membuat pagar di sekeliling lokasi.








III. METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Tempat
            Praktek pembesaran Ikan Nila dilakukan di happa pada kolam Akademi Perikanan Sidoarjo. Waktu pelaksanaan dari tanggal 31 Maret-26 Mei 2011.

3.2.   Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek Pembesaran Ikan Nila adalah metode Survey dan Observasi. Menurut Nazir, M. (1999), metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta - fakta dari gejala- gejala yang akan dan mencari keterangan secara faktual serta memaparkan tentang obyeknya menginterprestasikan dan membandingkan dengan ukuran standart yang sudah ditentukan.

3.3.   Sumber Data
            Menurut Sukandarrumidi (2004), bahwa sumber data dimaksudkan semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang abstrak, peristiwa atau gejala baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sumber data yang bersifat kualitatif didalam penelitian diusahakan tidak bersifat subyektif, Oleh sebab itu perlu diberi peringkat bobot.  

3.4.   Teknik Pengumpulan Data
            Menurut Sukandarrumidi (2004), teknik pengumpulan data yang  dapat digunakan adalah Observasi,dan studi dokumentasi.
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat atau mungkin dapat diulang. Oleh sebab itu observasi hendaknya dilakukan oleh orang yang tepat. Dalam observasi melibatkan 2 komponen yaitu si pelaku observasi yang lebih dikenal dengan observer dan obyek yang diobservasi yang yang dikenal sebagai observee.

3.5.   Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.5.1.   Pengolahan Data
            Menurut Nazir (1999), bahwa data yang telah terkumpul selanjutnya akan diolah melalui:
  1. Editing yaitu memeriksa data yang telah terkumpul secara seksama terutama kelengkapan dan kesempurnaan data.
  2. Mengkode data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat pendek atau panjang, ataupun hanya “ya” atau “tidak”. Untuk memudahkan analisa, maka jawaban-jawaban tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode terhadap jawaban sangat penting artinya, jika pengolahan data dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah menaruh angka pada setiap jawaban.
c.     Tabulating yaitu memasukkan data yang telah diberi kode dalam tabel sehingga memudahkan dalam pemahaman.

3.5.2.   Analisa Data
            Adapun data yang akan dianalisis adalah data teknis. Data teknis yang terkumpul akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Penggunaan analisis ini bertujuan agar dapat menyajikan data sesuai dalam keadaan sebenarnya tanpa memberikan perlakuan apapun. Analisis deskriptif adalah menganalisis data yang telah terkumpul kemudian membandingkan dengan literatur yang ada. Selanjutnya jika terdapat perbedaan maka dicari penyebabnya. Sedangkan analisis kuantitatif adalah penyajian data yang diperoleh dalam bentuk angka dan perhitungan tertentu (Nazir, 1999).




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Persiapan kolam
Kolam yang digunakan untuk praktek pemeliharaan  ikan nila di kolam APS berupa tambak yang berbentuk persegi seluas 1400m2 dengan ketinggian air 80 cm. Akan tetapi pemeliharaan ikan nila dilakukan pada happa yang berukuran 3 x 1 m yang terdapat di dalam kolam pemeliharaan larva. Persiapan kolam pemeliharaan ini meliputi Pengeringan tanah dengan tujuan memutus siklus hidup hama dan penyakit ikan, pemupukan dilakukan dengan tujuan meningkatkan bahan organik dan menumbuhkan pakan alami bagi organisme yang dipelihara dengan dosis 250 g/m2 pupuk kandang, Urea 2,5 g/m2 dan TSP 1,25 g/m2 , pengapuran dilakukan dengan tujuan meningkatkan unsur hara dan menstabilkan pH dengan dosis 50 g/m2 dan pengisian air sebagai media hidup ikan nila. Untuk lebih jelas tentang pengapuran dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
Sedangkan persiapan happa yang digunakan sebagai wadah pemeliharaan yaitu happa diletakkan di bagian pinggir kolam dengan sanggahan bambu yang ditancapkan di dalam kolam diikat dengar erat dan bambu yang ditancappin harus benar – benar sudah tertancap dengan kokoh. Untuk lebih jelas persiapan happa dapat dilihat pada gambar dibawh ini :
4.2. Penebaran Benih
Benih yang ditebar adalah benih yang berasal dari BBI Mojokerto.  Penebaran Benih dilakukan setelah melakukan aklimatisasi dan penghitungan Benih yang akan ditebar dalam satu happa. Aklimatisasi dilakukan dengan harapan untuk menghindari fluktuasi suhu yang terlalu tinggi terhadap lingkungan. Adapun aklimatiasi yang dilakuakan yaitu terlebih dahulu mempersiapkan wadah konikel dan media aklimatisasi yang diambil dari kolam pemeliharaan nantinya, kemudian air dimasukkan kedalam plastik kemas.
Sebelum penebaran Benih kedalam happa pemeliharaan harus mengetahui beapa benih yang akan ditebar ke dalam happa untuk mempermudah dalam pemberian pakan, dan hasil panen nantinya.
Adapun proses penebaran Benih yaitu Benih yang ada di dalam plastik kemas setelah di aklimatisasi maka buka ikatan plastik kemas setelah temperaturnya sama atau mendekati sama, dan plastik kemas diletakkan diatas air dan pada bagian atas plastik kemas perlahan dimasukkan kedalam air sampai benih keluar dengan sendirinya tanpa ada unsur paksaan.
Dengan padat tebar benih sebanyak 2200 ekor dalam volume happa  1,95 m3 sedangkan padat benih ± 1100 ekor / m3 dengan suhu dalam plastik kemas 31 0C. Adapun proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
 
4.3. Pemberian Pakan
            Setelah persediaan makanan dalam kantong kuning telur habis, benih dapat diberi makanan berupa pakan alami seperti dapnia dan moina, pakan tambahan berupa dedak halus dengan dosis 5 % dari biomass dan pakan buatan berupa pellet. Pakan alami merupakan pakan yang baik bagi larva karena ukurannya kecil, mudah dicerna, mengandung gizi yang tinggi dan aktif bergerak sehingga tidak mengotori media dan disukai oleh larva tersebut yang sudah terdapat pada kolam pemeliharaan. Pakan alami yang ada berupa daphnia dan moina sesuai dengan pendapat BPPP  Tegal ( 2007 ) bahwa larva diberi pakan alami seperti daphnia dan moina setelah kandungan kuning telur habis.

4.4. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan Nila, monitoring pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan alat-alat sampling seperti timbangan, penggaris, dan alat-alat lainnya. Dengan cara seperti itu maka benih ikan akan diketahui pertumbuhannya.
            Monitoring Pertumbuhan diamati dengan cara mengamati pergerakan larva dalam beker glass, mengukur panjang larva, mengamati respon larva terhadap pakan dan panjang larva selama pemeliharaan. Sesuai dengan pendapat Darmano ( 1991 ) bahwa Pengamatan pertumbuhan Benih ikan dilakukan bertujuan untuk mengontrol pertumbuhan benih dan Pengamatan yang dilakukan dengan mata telanjang untuk mengetahui aktivitas gerak, Makan dan perubahan ukuran. Adapun data monitoring pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel  dibawah ini :
No
kelompok
Rata – rata panjang ( cm )
Rata – rata berat ( gr )
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
Bulan 1
Bulan 2
Bulan 3
1.
I
2,5
4,2
4,5
0,8
1,5
2,2
2.
II
3,5
4
4,5
0,8
1,4
2,5
3.
III
3,5
4
4,2
0,8
1,5
2,1
4.
IV
3,5
4,1
4,4
0,8
1,4
2,4
5.
V
3,5
4,1
4,4
0,8
1,4
3
Sumber Data : Data primer
4.5.  Manajemen Kualitas Air
Air yang digunakan dalam pembesaran ikan nila besaral dari aliran air sungai dan campuran dari iar hujan. Pengelolaan kualitas air yang digunakan yaitu dengan cara penanganan terhadap air serta pengecekan parameter kualitas air dengan menggunakan alat ukur kualitas air seperti termometer untuk mengukur suhu, DO meter sebagai pengukur kandungan oksigen, pH meter untuk pengecekan pH, dan amoniak. Adapun
Namun demikian untuk pengecekan kualitas air media pemeliharaan dilakukan sebagai pengukuran terhadap parameter kualitas air. Adapun data pengukuran kualitas air media pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel  Parameter Kualitas Air pada pembesaran ikan nila dibawah ini :



Fisika
Kisaran
          Suhu
 300C
Kecerahan
15 cm
Kimia

pH Air
7
pH Tanah
6,3

4.6.  Pengendalian Hama dan Penyakit
            Pengendalian hama dan penyakit di pemesaran ikan nila ini  dilakukan dengan menjaga kualitas air agar tetap stabil yaitu dengan cara mengontrol kualitas air maka cara seperti itu ikan tidak mudah mengalami stress akibat kualitas air yang jelek dan kemungkinan timbulnya penyakit dapat dikendalikan.
Beberapa jenis hama yang terdapat pada pembesaran ikan nila adalah udang, ikan – ikan liar yang terbawa oleh air. Selama dilakukannya pembesaran ikan nila tidak ditemukan penyakit yang menyerang benih ikan, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya benih ikan nila yang mati yang mengidentifikasi bahwa benih itu terserang penyakit, adapun ikan yang mati bukan disebabkan oleh penyakit akan tetapi kekurangan pakan karena tidak rutin daalm pemberian pakan.

4.7.  Panen
            Adapun panen yang dilakukan secara total dengan waktu pemanenan bervariasi, jika dilakukan panen total maka panen dilakukan pada pagi hari untuk menghindari sinar matahari / suhu tinggi yang mengakibatkan stress. Seseuai dengan pendapat Amri dan Khairuman (2007), bahwa, Pemanenan ini harus dilakukan pada saat yang tepat,  waktu panen yang ideal dilakukan pada pagi hari ketika kondisi oksigen dalam jumlah banyak.


DAFTAR PUSTAKA

Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Tegal. 2007. Pemijahan Nila Secara Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id   [18 April 2011]
Baso dan Kordi. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.  Hal 135: 139; 146

Darmono. 1991. Budidaya Ikan Nila. Kanisius. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Ikan Nila AgroMedia Pustaka. Jakarta
Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang.Hal 180-181;182;

Panggabean,A. 2009. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Sumatra Utara. Hal 2; 3 ;8 ; 12-14
Rizal. 2009.  Pembenihan Ikan Nila http://aquamina.files.wordpress.com/2008/01/pembenihan-ikan-nila.pdf. [8 April 2010]
Sucipto. 2008. Pembenihan Ikan Nila.  naksara.net/Aquaculture/Reproduction/pembenihan-ikan-nila.html - 119k –  [9 April 2010].