I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ikan
nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas air tawar yang
memeperoleh perhatian cukup besar dari pemerintah dan pemerhati masalah
perikanan dunia, terutama berkaitan dengan usaha peningkatan gizi masyarakat di
negara – negara yang sedang berkembang (Khairuman dan Amri, 2008). Rukmana
(1997), menambahkan bahwa ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar
potensial untuk sumber protein hewani yang dapat dijangkau berbagai lapisan
masyarakat.
Ikan
nila dikenal dengan TILAPIA yang merupakan ikan bukan asli perairan Indonesia
tetapi jenis ikan pendatang yang diintroduksikan ke Indonesia dalam beberapa
tahap. Meskipun demikian, ikan ini ternyata dengan cepat berhasil dengan cepat
menyebar keseluruh pelosok Tanah Air dan menjadi ikan konsumsi yang cukup
popular. Begitu populernya ikan nila sehingga saat ini dapat dengan mudah
ditemukan. Secara resmi ikan nila (Oreochromis sp.) didatangkan oleh
Balai Penelitian Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan
adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani Indonesia
(Suyanto,2003).
Prospek
pengembangan budidaya ikan nila juga diperkirakan memiliki peluang yang memberi
andil cepatnya perkembangan usaha budidaya ikan nila adalah rendahnya biaya
produksi, sehingga tidak mengherankan jika keuntungan yang diperoleh juga cukup
besar. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila merupakan komoditas penting dalam
bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas
nila adalah memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan
penyakit, memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, memiliki
kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan
organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik,
dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif (Rizal, 2009)
Khairuman
dan Amri (2008), menambahkan faktor lain yang menyebabkan ikan nila berkembang
sangat pesat adalah adalah cita rasa dagingnya yang khas dan harga jualnya
terjangkau masyarakat. Warna daging ikan nila putih dan tidak banyak durinya
sehingga sering dijadikan sumber protein yang murah dan mudah didapat. Hal ini
bisa dimengerti karena kandungan gizi ikan nila cukup tinggi, yakni sekitar,
17,5 %, sehingga membuka peluang pasar lebih luas. Kebutuhan pasar terhadap
ikan nila tidak hanya terbuka untuk ikan nila
berukuran konsumsi, tetapi juga merambah ke ikan nila stadium benih.
Sehingga dengan sendirinya perkembangan yang pesat tersebut mendatangkan
peluang baru bagi pembenihan dan pemasaran benih ikan nila.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari pelakasanaan praktek pembesaran ikan nila ini
adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam usaha budidaya ikan nila.
III. TINJAUAN PUSTAKA
|
2.1. Biologi Ikan
Nila
2.1.1. Klasifikasi Ikan Nila
Klasifikasi
ikan nila dalam Suyanto (2003) sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub-kelas
: Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo
: Percoidea
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada
awalnya dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang tidak
mengerami telurnya dan larva di dalam mulutnya. Dalam perkembangannya menurut
klasifikasi yang baru (1982) nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis
niloticus. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh ilmuan
meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia niloticus (Amri dan Khairuman,
2008)
2.1.2. Morfologi Ikan Nila
Ikan nila mempunyai
bentuk badan pipih kesamping memanjang, makin ke perut makin terang. Mempunyai
garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6-12
garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan., sedangkan punggungnya
terdapat garis-garis miring. Mata ikan tampak menonjol agak besar dengan bagian
tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut ikan nila terminal, posisi sirip
perut terhadap sirip dada thorochis, garis susuk (Linea lateralis) terputus
menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik
stenoid (Ctenoid). Bentuk sirip ekor berpinggiran tegak. Rumus jari-jari sirip
sebagai berikut : D.XVII 13; V.1.5.; P.15; A.III. 10 dan C.18 (Kordi, 1997).
Morfologi ikan dapat dilihat Gambar 1.
Gambar
1. Morfologi Ikan Nila
Seperti halnya ikan nila yang lain, jenis kelamin ikan
nila yang masih kecil, belum tampak dengan jelas apakah jantan atau betina.
Perbedaannya dapat diamati dengan jelas setelah bobot badannya mencapai 50
gram. Ikan nila yang berumur 4 - 5 bulan yang beratnya 100-150 gr sudah mulai
kawin dan bertelur (Suyanto, 2003).
2.1.3. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan
Nila
Ikan nila mempunyai habitat diperairan tawar, seperti
sunga, danau, waduk dan rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap
salinitas, sehingga ikan dapat pula hidup dan berkembang biak di perairan payau
dan laut. Salinitas yang disukai antara 0-35 promil. Ikan nila air tawar dapat
dipindakan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikan sedikit demi
sedikit. Berkaitan
dengan habitatnya, ikan
nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding
dengan ikan yang sudah besar (Suyanto,2003).
Panggabean (2009),
menambahkan kualitas air yang sesuai dengan habitat ikan nila sebagai berikut :
- Nilai keasaman air (pH) tempat hidup ikan
nila berkisar antara 6- 8,5. Sedangkan keasaman air (pH) yang optimal adalah
antara 7-8.
- Suhu
air yang optimal berkisar antara 25-30 derajat C.
-
Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.
2.1.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Nila
Secara alami makanan ikan nila berupa plankton, perifiton
dan tumbu-tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap. Oleh
karena itu ikan nila digolongkan kedalam omnivora (pemakan segala). Untuk
budidaya, ikan nila tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang mengandung
protein sebanyak 20-25%. Dari penelitian lebih lanjut ternyata ikan nila ini
kebiasaan makannya berbeda sesuai tingkat usianya. Benih-benih ikan nila
ternyata lebih suka mengkomsumsi zoplankton,
seperi rototaria, copepoda dan cladocera. Ikan nila ternyata tidak hanya mengkomsumsi jenis
makanan alami tetapi ikan nila juga memakan jenis – jenis makanan tambahan yang
biasa diberikan, seperti dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan
sebagainya. Kebiasaan lain ikan nila dewasa memiliki kemampuan mengumpulkan
makanan diperairan dengan bantuan mucus (lendir) dalam mulut, makanan tersebut
membentuk gumpalan partikel sehingga tidak muda keluar (Kordi , 1997).
Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan
bahwa ikan nila juga memakan hancuran
sampah di dalam air (detrivor)
yang berupa sampah lunak atau lembek. Namun pada proses pembudidayaannya tidak
jarang jika nila juga memakan makanan baik nabati maupun hewani, sehingga ikan
nila disebut juga ikan pemakan segala (omnivora).
Berbeda dengan ikan lele yang aktif mencari makan pada malam hari, ikan nila
aktif mencari makan pada siang hari. Pakan yang disukai oleh ikan nila adalah
pakan ikan yang banyak mengandung protein terutama dari pakan buatan yang
berupa pellet.
2.2. Persyaratan Lokasi Pembesaran
Persyaratan
lokasi pembesaran
nila menurut Panggabean (2009), adalah
sebagai berikut:
a. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan
adalah jenis tanah liat/lempung, tidak
berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak
bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
b. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan
kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara
gravitasi.
c. Ikan nila cocok dipelihara di dataran
rendah sampai agak tinggi (500 m dpl
d. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan nila
harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik.
Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran akan memperlambat pertumbuhan
ikan.
e. Debit air untuk kolam air tenang 8-15
liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan baik di air
arus deras.
2.3. Persiapan Kolam Pembenihan Ikan Nila
yang
digunakan untuk pemijahan adalah ukuran 400-600 m2, berupa kolam
tanah atau kolam tembok dengan dasar tanah. Sebelum dioperasionalkan kolam
pembenihan perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Persiapan kolam pembenihan
meliputi pengeringan kolam, peerbaikan pematang, perbaikan kemalir, dan pemupukan
(Khairuman dan Amri, 2008). Kordi (1997), menambahkan bahwa pengapuran merupakan salah satu pengelolaan
tanah dalam persiapan kolam pembenihan.
2.4. Konstruksi Kolam
Kontruksi
kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang
menggunakan pintu monik sebagai out let.. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu
papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet). Saat pemanenan cukup
dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus
kuat, kematian larva dan induk pun relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien
dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800 m2. Konstruksi
dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan istilah kobakan
berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam,
dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya
adalah sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran
dasar kolam (kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk
memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen
(Sucipto, 2008).
2.5.
Pengeringan Kolam
Fungsi
pengeringan kolam sesuai penjelasan Baso dan Kordi (2007), adalah untuk memperbaiki
kondisi dasar kolam, diantaranya
- Aerasi sedimen permukaan untuk mengoksidasi
senyawa-senyawa tereduksi, seperti H2S, nitrit, ammonia, ion besi, methan, dan
lain-lain yang toksik (beracun) terhadap biota budidaya
- Dekomposisi dan mineralisasi bahan organic
oleh mikroorganisme tanah
- Reduksi BOD (biochemical oxygen demand)
- Disenfeksi
dasar kolam dari mikroorganisme pathogen (jamur, bakteri, parasit dan virus)
dengan penyinaran matahari secara langsung, serta membunuh telur, larva dan
stadia dewasa predator.
- Penghilangan
lapisan filamentous algae yang tidak diinginkan
Menurut Panggabean (2009), menambahkan dua minggu sebelum
dipergunakan kolam harus dipersiapkan. Dasar kolam dikeringkan, dijemur
beberapa hari, dibersihkan dari rerumputan dan dicangkul sambil diratakan. Tanggul
dan pintu air diperbaiki jangan sampai terjadi kebocoran. Saluran air
diperbaiki agar jalan air lancar. Dipasang saringan pada pintu pemasukan maupun
pengeluaran air. Tanah dasar dikapur untuk memperbaiki pH tanah dan memberantas
hamanya.
Lebih lanjut Santoso (1996), menjelaskan
bahwa pengeringan hanya memerlukan waktu 3-5 hari dalam kondisi normal.
Sehingga, sambil menunggu dasar kolam kering, perbaikan pematang yang longsor atau bekas sarang ular,
belut dan sebagainya dapat dilakukan. Caranya menambal tanah pada bagian yang berlubang. Kemalir (saluran tengah kolam) yang
tidak teratur bentuknya dibuat rapi dan lurus, guna mempermudah penangkapan
ikan dikemudian hari, pengeringan mutlak dilakukan karena berfungsi
menghilangkan senyawa beracun serta membasmi hama dan bibit penyakit, lakukan
perbaikan pintu pemasukan dan pengeluaran air jika ada yang tak beres, misalnya
saringan yang rusak atau koyak segera di perbarui. Fungsi saringan amat
penting, terutama untuk mencegah ikan–ikan liar masuk dalam kolam mengikuti
arus air
.
2.6. Pengapuran Kolam
Kordi, (1997) mengidenfikasikan bahwa
kolam baru atau lama yang kurang
perawatan, pada umumnya Ph rendah antara 4,5 – 5, yang biasanya disebut tanah
asam. Tanah asam tidak baik untuk pemerliharaan ikan nila yang hidup pada pH
6,5 – 8,5.
Baso
dan Kordi (2007), menegaskan untuk
memperbaiki pH tanah, maka pengapuran adalah bagian dari persiapan kolam. Ini
disebabkan pengapuran berfungsi sebaga:
a) Memperbaiki pH tanah
b) Membakar jasad – jasad renik penyebab penyakit
dan hewan liar
c) Mengikat dan mengendapkan butiran lumpur halus
d) Memperbaiki kualitas tanah
e) Meningkatkan fosfor yang sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan plankton.
Sebagaimana fungsi pengapuran pada kolam
diatas, Amrullah (1997), dalam Baso dan Kordi (2007), menambahkan bahwa dengan
efek panasnya kapur bisa berfungsi sebagai disenfektan yang bisa mematikan
kuman serta menambah pH lumpur dasar sehingga tersedianya fosfor yang
menumbuhkan plankton.
2.7. Pemupukan Kolam
Pemupukan
saat persiapan kolam diperlukan sebagai sumber nutrient untuk merangsang
pertumbuhan fitoplankton. Pemupukan awal ditujukan untuk peningkatan produksi
biota budidaya, tetapi biota sendiri tidak memanfaatkan pupuk secara langsung.
Sedangkan pemupukan susulan ditujukan untuk mempertahankan kecerahan air dan
memasok unsur hara yang sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor, dan kalium.
Secara garis besar pupuk terbagi atas pupuk organic, seperti hijauan, pupuk
kandang, dan sisa rumah tangga, dsn pupuk anorganik seperti Urea, TSP, KCl, dan
NPK (Baso dan Kordi, 2007).
Sucipto (2008), menambahkan pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan makanan alami yang
dibutukan benih maupun induk. di kemudian hari, sangat di anjurkan pupuk berupa kotoran ayam yang sudah
menjadi tanah dengan takaran antara 300- 500 gr/m persegi, pupuk di sebar
merata di dasar kolam.
2.8.
Pengisian Air
Setelah pengapuran dan pemupukan kolam
dilakukan langkah terakhir
persiapan kolam itu adalah pengairan air kedalam kolam. Pengairan
air ini setelah pengapuran dan pemupukan. Menurut Kordi (1997), pengairan dilakukan dalam beberapa tahap yakni tahap pertama
sedalam 5-10cm dan dibiarkan selama beberapa hari. Pengairan tahap selanjutnya
ditambah menjadi 20 cm dan pada hari berikutnya dinaikan menjadi 50-60 cm. Panggaben (2009),
menambahkan dalam pengisian air sebaiknya dibiarkan 2-3 hari agar
terjadi mineralisasi tanah dasar kolam. Lalu tambahkan air lagi sampai
kedalaman 80- 100 cm.
2.9. Pemberantasan Hama
Sebagaimana pendapat Khairuman dan Amri (2008), bahwa hama pada
umumnya dikenal juga sebagai
predator atau pemangsa, hama berupa hewan atau binatang, baik yang hidup
didalam air maupun didarat, hama yang umum menyerang ikan nila antara lain
biawak, ular, sero atau linsang, kodok, burung, kuntul dan bangau, ucrit. Hama
biasanya di tanggulangi dengan tindakan mekanis yang membunuh langsung hama
jika ditemukan berada di tempat pemeliharaan ikan, selain itu, juga bisa
memasang perangkap atau membuat pagar di sekeliling lokasi.
III. METODOLOGI
3.1. Waktu Dan Tempat
Praktek pembesaran Ikan
Nila dilakukan di happa pada kolam Akademi Perikanan Sidoarjo. Waktu
pelaksanaan dari tanggal 31 Maret-26 Mei 2011.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Praktek
Pembesaran Ikan Nila adalah metode
Survey dan Observasi. Menurut Nazir, M. (1999), metode survey adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta - fakta dari gejala- gejala
yang akan dan mencari keterangan secara faktual serta memaparkan tentang
obyeknya menginterprestasikan dan membandingkan dengan ukuran standart yang
sudah ditentukan.
3.3. Sumber Data
Menurut Sukandarrumidi (2004), bahwa sumber data
dimaksudkan semua informasi baik yang merupakan benda nyata, sesuatu yang
abstrak, peristiwa atau gejala baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Sumber data yang bersifat kualitatif didalam penelitian diusahakan tidak
bersifat subyektif, Oleh sebab itu perlu diberi peringkat bobot.
3.4. Teknik
Pengumpulan Data
Menurut Sukandarrumidi (2004), teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah
Observasi,dan studi dokumentasi.
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu obyek
dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat
atau mungkin dapat diulang. Oleh sebab itu observasi hendaknya dilakukan oleh
orang yang tepat. Dalam observasi melibatkan 2 komponen yaitu si pelaku
observasi yang lebih dikenal dengan
observer dan obyek yang diobservasi yang yang dikenal sebagai observee.
3.5. Teknik
Pengolahan dan Analisa Data
3.5.1. Pengolahan Data
Menurut Nazir (1999), bahwa data yang telah terkumpul selanjutnya akan diolah melalui:
- Editing yaitu memeriksa data yang telah terkumpul secara seksama terutama kelengkapan dan kesempurnaan data.
- Mengkode data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat pendek atau panjang, ataupun hanya “ya” atau “tidak”. Untuk memudahkan analisa, maka jawaban-jawaban tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode terhadap jawaban sangat penting artinya, jika pengolahan data dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah menaruh angka pada setiap jawaban.
c. Tabulating yaitu memasukkan
data yang telah diberi kode dalam tabel sehingga
memudahkan dalam pemahaman.
3.5.2. Analisa Data
Adapun data yang akan dianalisis adalah data teknis. Data
teknis yang terkumpul akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Penggunaan analisis ini bertujuan agar dapat menyajikan data sesuai dalam
keadaan sebenarnya tanpa memberikan perlakuan apapun. Analisis deskriptif adalah menganalisis data yang
telah terkumpul kemudian membandingkan dengan literatur yang ada. Selanjutnya
jika terdapat perbedaan maka dicari penyebabnya. Sedangkan analisis kuantitatif adalah penyajian data yang
diperoleh dalam bentuk angka dan perhitungan tertentu (Nazir, 1999).
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persiapan kolam
Kolam yang digunakan untuk praktek pemeliharaan ikan
nila di
kolam APS berupa tambak yang berbentuk persegi seluas 1400m2
dengan ketinggian air 80 cm. Akan tetapi pemeliharaan ikan nila dilakukan pada
happa yang berukuran 3 x 1 m yang terdapat di dalam kolam pemeliharaan larva. Persiapan kolam pemeliharaan ini meliputi Pengeringan tanah dengan tujuan memutus
siklus hidup hama dan penyakit ikan, pemupukan dilakukan dengan tujuan
meningkatkan bahan organik dan menumbuhkan pakan alami bagi organisme yang
dipelihara dengan dosis 250 g/m2 pupuk kandang, Urea 2,5 g/m2 dan
TSP 1,25 g/m2 , pengapuran dilakukan dengan tujuan meningkatkan
unsur hara dan menstabilkan pH dengan dosis 50 g/m2 dan pengisian
air sebagai media hidup ikan nila. Untuk lebih jelas tentang pengapuran dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini :
Sedangkan persiapan happa yang digunakan sebagai wadah
pemeliharaan yaitu happa diletakkan di bagian pinggir kolam dengan sanggahan
bambu yang ditancapkan di dalam kolam diikat dengar erat dan bambu yang
ditancappin harus benar – benar sudah tertancap dengan kokoh. Untuk lebih jelas
persiapan happa dapat dilihat pada gambar dibawh ini :
4.2. Penebaran Benih
Benih yang
ditebar adalah benih
yang berasal dari BBI Mojokerto. Penebaran Benih dilakukan setelah melakukan
aklimatisasi dan penghitungan Benih
yang akan ditebar dalam satu happa. Aklimatisasi dilakukan dengan harapan
untuk menghindari fluktuasi suhu yang terlalu tinggi terhadap lingkungan. Adapun aklimatiasi yang dilakuakan yaitu terlebih
dahulu mempersiapkan wadah konikel dan media aklimatisasi yang diambil dari kolam pemeliharaan nantinya, kemudian air
dimasukkan kedalam plastik kemas.
Sebelum penebaran Benih kedalam happa pemeliharaan harus
mengetahui beapa benih yang akan ditebar ke dalam happa untuk mempermudah dalam
pemberian pakan, dan hasil panen nantinya.
Adapun proses penebaran
Benih yaitu Benih yang ada di dalam
plastik kemas setelah di aklimatisasi maka buka ikatan plastik kemas setelah
temperaturnya sama atau mendekati sama, dan plastik kemas diletakkan diatas air
dan pada bagian atas plastik kemas perlahan dimasukkan kedalam air sampai benih
keluar dengan sendirinya tanpa ada unsur paksaan.
Dengan padat tebar benih
sebanyak 2200 ekor dalam volume happa
1,95 m3 sedangkan padat benih ± 1100 ekor / m3
dengan suhu dalam plastik kemas 31 0C. Adapun proses aklimatisasi
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
4.3. Pemberian Pakan
Setelah persediaan makanan dalam
kantong kuning telur habis, benih dapat diberi makanan berupa pakan alami
seperti dapnia dan moina, pakan tambahan berupa dedak halus dengan dosis 5 %
dari biomass dan pakan buatan berupa pellet. Pakan alami merupakan pakan yang
baik bagi larva karena ukurannya kecil, mudah dicerna, mengandung gizi yang
tinggi dan aktif bergerak sehingga tidak mengotori media dan disukai oleh larva
tersebut yang sudah terdapat pada kolam pemeliharaan. Pakan alami yang ada berupa daphnia dan moina sesuai dengan pendapat BPPP Tegal ( 2007 ) bahwa larva diberi pakan alami
seperti daphnia dan moina setelah kandungan kuning telur
habis.
4.4. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring
pertumbuhan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan Nila,
monitoring pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan alat-alat sampling seperti timbangan,
penggaris, dan alat-alat lainnya. Dengan cara seperti itu maka benih ikan akan
diketahui pertumbuhannya.
Monitoring Pertumbuhan diamati dengan cara
mengamati pergerakan larva dalam beker glass, mengukur panjang larva, mengamati respon larva terhadap
pakan dan panjang larva selama pemeliharaan. Sesuai dengan pendapat Darmano (
1991 ) bahwa Pengamatan pertumbuhan Benih ikan dilakukan bertujuan untuk
mengontrol pertumbuhan benih dan Pengamatan
yang dilakukan dengan mata telanjang untuk mengetahui aktivitas gerak, Makan dan perubahan ukuran. Adapun data monitoring pertumbuhan dapat dilihat
pada Tabel dibawah ini :
No
|
kelompok
|
Rata – rata
panjang ( cm )
|
Rata – rata berat
( gr )
|
||||
Bulan 1
|
Bulan 2
|
Bulan 3
|
Bulan 1
|
Bulan 2
|
Bulan 3
|
||
1.
|
I
|
2,5
|
4,2
|
4,5
|
0,8
|
1,5
|
2,2
|
2.
|
II
|
3,5
|
4
|
4,5
|
0,8
|
1,4
|
2,5
|
3.
|
III
|
3,5
|
4
|
4,2
|
0,8
|
1,5
|
2,1
|
4.
|
IV
|
3,5
|
4,1
|
4,4
|
0,8
|
1,4
|
2,4
|
5.
|
V
|
3,5
|
4,1
|
4,4
|
0,8
|
1,4
|
3
|
Sumber Data : Data primer
4.5. Manajemen Kualitas Air
Air yang digunakan dalam pembesaran ikan nila besaral
dari aliran air sungai dan campuran dari iar hujan. Pengelolaan kualitas air
yang digunakan yaitu dengan cara penanganan terhadap air serta pengecekan
parameter kualitas air dengan menggunakan alat ukur kualitas air seperti
termometer untuk mengukur suhu, DO meter sebagai pengukur kandungan oksigen, pH
meter untuk pengecekan pH, dan
amoniak. Adapun
Namun demikian untuk pengecekan kualitas air media pemeliharaan dilakukan
sebagai pengukuran terhadap parameter kualitas air. Adapun data pengukuran
kualitas air media pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini
Tabel Parameter
Kualitas Air pada pembesaran ikan nila dibawah ini :
Fisika
|
Kisaran
|
Suhu
|
300C
|
Kecerahan
|
15 cm
|
Kimia
|
|
pH Air
|
7
|
pH Tanah
|
6,3
|
4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian
hama dan penyakit di pemesaran ikan nila ini dilakukan dengan menjaga
kualitas air agar tetap stabil yaitu dengan cara mengontrol kualitas air maka
cara seperti itu ikan tidak mudah mengalami stress akibat kualitas air yang
jelek dan kemungkinan timbulnya penyakit dapat dikendalikan.
Beberapa jenis hama yang terdapat pada pembesaran ikan
nila adalah udang, ikan – ikan liar yang terbawa oleh air. Selama dilakukannya
pembesaran ikan nila tidak ditemukan penyakit yang menyerang benih ikan, hal
ini dapat dilihat dengan tidak adanya benih ikan nila yang mati yang
mengidentifikasi bahwa benih itu terserang penyakit, adapun ikan yang mati
bukan disebabkan oleh penyakit akan tetapi kekurangan pakan karena tidak rutin
daalm pemberian pakan.
4.7.
Panen
Adapun panen yang dilakukan secara total dengan waktu pemanenan bervariasi, jika
dilakukan panen total maka panen dilakukan pada pagi hari untuk menghindari sinar matahari / suhu tinggi yang mengakibatkan
stress. Seseuai dengan pendapat Amri
dan Khairuman (2007), bahwa, Pemanenan ini harus dilakukan pada saat yang tepat, waktu panen yang ideal dilakukan pada pagi
hari ketika kondisi oksigen dalam jumlah banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Tegal. 2007. Pemijahan Nila Secara Alami. Departemen Kelautan dan
Perikanan. www.dkp.go.id [18 April 2011]
Baso
dan Kordi. 2007. Pengelolaan Kualitas Air
dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 135: 139; 146
Darmono.
1991. Budidaya Ikan
Nila. Kanisius. Yogyakarta.
Khairuman dan Amri, K. 2002. Budidaya Ikan Nila AgroMedia Pustaka. Jakarta
Kordi. 1997. Budidaya Ikan Nila. Dahara Prize. Semarang.Hal 180-181;182;
Panggabean,A. 2009. Budidaya Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Sumatra
Utara. Hal 2; 3 ;8 ; 12-14
Rizal. 2009. Pembenihan
Ikan Nila http://aquamina.files.wordpress.com/2008/01/pembenihan-ikan-nila.pdf.
[8 April 2010]
Sucipto. 2008. Pembenihan
Ikan Nila. naksara.net/Aquaculture/Reproduction/pembenihan-ikan-nila.html
- 119k – [9 April 2010].